Wednesday, November 12, 2008

Aku Bertanya kepada Tuhan

Tuhanku, bolehkah aku bertanya kepada-Mu?

Apakah Engkau Maha Pencipta ya Tuhanku?
Untuk apa Engkau menciptakan alam semesta ya Tuhan? Untuk siapa Kau ciptakan dunia ini Tuhanku? Mengapa kau ciptakan kaum mayoritas dan minoritas ya Tuhan?

Apakah Engkau Maha Adil ya Tuhanku?
Kalau Engkau Maha Adil, mengapa Engkau ciptakan ketidakadilan? Jika menurutmu ketidakadilan itu hanya ada dalam pikiran kami saja (karena menurut mereka sesungguhnya ketidakadilan yang kami rasakan adalah sebentuk keadilan dari-Mu), mengapa Engkau memberikan kami pikiran seperti itu ya Tuhan?
Mengapa engkau ciptakan surga dengan 72 bidadari perawan ya Tuhanku? Lalu di manakah di surga tempat kami, kaum perempuan ini ya Tuhanku?

Apakah Engkau Maha Melihat Tuhanku?
Mengapa Engkau hanya diam saat umat-Mu saling membunuh demi nama-Mu?

Apakah Engkau Maha Kekal ya Tuhanku?
Mengapa engkau hanya menurunkan agama lebih dari seribu tahun yang lampau? Mengapa agama hanya Kau turunkan di tanah Arab, sehingga kami tidak punya pilihan selain mengikuti budaya mereka? Mengapa agama justru membuat umat manusia saat ini tidak menghargai kemanusiaan? Mengapa engkau tidak menurunkan agama baru yang mengikuti perkembangan zaman justru saat ini, saat di mana kami membutuhkan, saat kebebasan kami dihilangkan sedikit demi sedikit?

Apakah Engkau Maha Mengetahui Tuhanku?
Mengapa Engkau tidak memprediksi akan terjadinya kehancuran moral umat-Mu sehingga kami diatur oleh selain Engkau yang merasa telah berpikir dan berbuat atas nama-Mu?

Apakah Engkau Maha Kuasa ya Tuhanku?
Mengapa tidak kau tunjukkan kekuasaan-Mu justru saat kami membutuhkan-Mu? Mengapa Engkau tidak membungkam mereka yang membungkam kami?

Apakah Engkau Maha Penyayang, Tuhanku?
Lalu mengapa tidak semua orang Kau sayangi sehingga kami dapat ditindas dengan semena-mena oleh mereka?

Aku ingin menyayangi-Mu, apakah Engkau ada ya Tuhanku?

-Sebersit ungkapan hati yang gundah karena disahkannya RUU Pornografi-

Labels:

Monday, September 18, 2006

Kau Boleh Mencintaiku..

Kau boleh mencintaiku
Tapi lakukanlah dengan sepenuh hati
Karena cinta membutuhkan pengorbanan

Kau boleh mencintaiku
Tapi beri aku waktu untuk belajar mencintaimu
Karena cinta haruslah tumbuh dari hati yang terdalam

Kau boleh mencintaiku
Tapi ijinkan aku untuk melangkah di jalanku
Karena hidup tak selalu bersama

Kau boleh mencintaiku
Tapi jangan paksa aku untuk mencintaimu..

My Books and Me

I love books very much. Sometimes I think that I love buying books more than I love reading books. Ha… ha… that is not true, of course. I love reading, but because of my limited spare time, my speed in reading is slower than in buying books. So, maybe some day I don’t have to buy books and still am able to read because I still have many books which I’ve not read yet (which is not true, since there are always new interesting books).

Among my favourite books, I like the one written by a Chinese writer lives in London. The book was “Wild Swans: 3 Daughters of China”. It was the first English book I read completely (not mention my textbooks). The book was mainly an autobiography, a memoir, of the author (Jung Chang) during the cultural revolution era in China. However, it was not only about the author herself, but also about the survival of her grandmother and her mother through the years (that’s why the title was “3 Daughters of China”, daughters of 3 generations). It was very impressive and touching. I might have reread it again and again if it did not consist of almost 1000 pages.

After reading this book, I love this kind of books. A memoir, a biography, especially about how people struggling for their life. Other books on this topic that impressed me are “Life and death in Shanghai” and “Falling Leaves”. I borrowed both books from my friend, Karen, since it was difficult to find those books in Bandung (though finally I found “Falling Leaves” in a small bookstore).

I also loved “Angela’s ashes” and “’Tis” by Frank McCourt. Those ones were about an Irish immigrants’ life in America. “My Forbidden Face” by Latifa also has left a deep impression for me. This book told us the story of a little girl in Afghanistan during the Taliban era, when there were many restrictions on women’s activities.

Besides a memoir, I also love books about history, especially those about World War II. Among this kind of book, I read “Band of Brothers” by Stephen E. Ambrose and “The Longest Day” and “The Last Battle”, both by Cornelius Ryan. I also have some more books on this topic. I bought most of them online, from Amazon, except books by Cornelius Ryan which I bought in a garage sale, for only Rp.4.000,- each.

For fiction genre, I love books by Michael Crichton and Erich Segal. I also loved “The Curious Incident of the Dog in the Night-time”, “Timequake” and “Einstein’s Dream”. I think the writers of those books are very smart (I always like smart people:D).

Other kind of books I like is on science topic. For this topic, I have been reading (not finished yet) “Mapping Human History” and “A Short History of Nearly Everything”. The former was a book which told us about DNA trace of human on earth. It was impressive and confirmed my conception on the first human being. I thought that Darwin’s theory was not completely wrong nor completely true. I thought that Adam and Eve might not be the first human-like creature, however, they represented the first ‘homo sapiens’. The latter was a book about earth and universe written in a popular style (its title was ‘plesetan’ from Stephen Hawking’s “A Brief History of Time” and “The Theory of Everything”).

I also love many other books, but it will be too long if I mention all of them.

I always try to find a book I’d like to read in its original language, since it reflects the writer’s style and original thought. We will have a different impression when we read the original version of a book from its translated version. For example, I read the translated version of the first and second book of Harry Potter. I didn’t like it. Then I read the original version of the third book of Harry Potter. I liked it (I didn’t mean to say the translation was bad, I just felt that the translation was kind of childish).

After all, the most important part in being a book collector is book hunting. I feel satisfied when I buy books in a bargain price, or find a rare book in an ‘unusual’ place.

Monday, July 10, 2006

Gerimis itu Terasa Indah..

Gerimis itu terasa indah. Seperti lagu yang dinyanyikan Vina Panduwinata “… diujung kemarau panjang, yang gersang dan menyakitkan, kau datang menghantar berjuta kesejukan…”
Gerimis kali ini, meskipun bukan di ujung kemarau panjang, menghantar berjuta kesejukan ke dalam hatiku.

Gerimis itu terasa indah. Entah kenapa, aku memang suka sekali akan hujan. Hujan memberiku rasa nyaman, damai, dan melankolis. Aku senang sekali memandang titik-titik hujan yang membasahi rumput yang hijau, atau menghirup bau tanah yang segar karena tersiram hujan, seraya membiarkan pikiranku berkelana.

Gerimis itu terasa indah. Tapi tidak bagi banyak temanku yang tidak suka hujan. “Becek dan ribet,” begitu alasan mereka. Bagiku itu hanya masalah antisipasi. Jadi, becek sedikit tidak masalah bagiku, asal jangan banjir, meskipun yang terakhir ini sering sekali terjadi di kotaku.

Gerimis itu terasa indah. Aku merasakan perasaan itu. Setelah hari yang penuh dengan sinar matahari yang membakar, setelah mengerjakan tugas yang bertumpuk-tumpuk di meja, setelah seharian bertatapan muka dengan layar monitor, setelah menjalani hari yang penuh dengan perdebatan dan ketegangan, gerimis yang sejenak membasahi sore itu terasa indah. Meskipun sejenak, tetapi cukup menyejukkan hatiku.

Gerimis itu terasa indah. Aku selalu berharap bertemu kembali dengannya esok hari. Semoga gerimisku tidak akan pernah pupus oleh debu yang menghujani kotaku, semoga gerimisku tidak takut kepada teriknya matahari, sehingga ia dapat menjumpaiku kapanpun ia mau.


~untuk ia yang selalu menemani khayalanku saat gerimis turun

Jangan Biarkan...

Jangan biarkan mereka merenggut kebahagiaanmu!
Hidupmu adalah milikmu
Langkahmu adalah milikmu
Kebahagiaanmu adalah milikmu

Biarkan senyum itu terlukis di wajahmu
Biarkan rasa itu terpatri di hatimu
Biakan ceria itu terbayang di rautmu
Biarkan langkah itu membawamu kemana pun kau pergi

Tinggalkan duka itu
Buang jauh kepedihan itu
Hadapi hidup di depanmu
Tinggalkan mereka di belakangmu
Jangan biarkan mereka merenggut kebahagiaanmu!


~untuk diriku

Ma Chère Nièce

Abil… nama itu selalu membuat hatiku tersenyum. Ia adalah keponakanku yang baru berumur 2.5 tahun. Wajah mungil dengan mata bocahnya selalu meruntuhkan hati orang untuk memenuhi keinginannya, meskipun kadang-kadang keinginan itu tidak masuk akal. Kaki kecilnya tidak pernah bisa berjalan normal seperti layaknya orang berjalan, melainkan selalu berlarian kesana kemari. Larinya sangat cepat untuk ukuran anak seumurnya. Kalau tidak sedang berlari tentu dia sedang memanjat, atau berkhayal menjadi ibu bagi boneka-bonekanya yang berjibun. Mulutnya tidak pernah bisa diam, kalau tidak berkicau ya mengunyah. Meski demikian, tubuhnya lebih sering kurus daripada gendut, maklum dia banyak menghabiskan energinya untuk berlari-larian.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10. Begitulah Abil menghitung. Dia sudah cukup lama bisa menghitung sampai 10. Tapi jangan coba-coba memamerkannya di depan orang lain, soalnya dia nggak suka disuruh-suruh.

"Tik tik tik bunyi hujan di atas gedung..." Abil juga senang sekali nyanyi. Penguasaan lagunya sangat cepat. Baru mendengar satu atau dua nada intro dia akan bisa langsung mengenali lagunya. “Lagu Elo,” begitu komentarnya suatu kali saat mendengar lagu di televisi. Sementara aku sendiri masih belum mengenali lagunya. Pernah suatu kali ia menangis sesenggukan karena tidak seorangpun di rumah yang hapal lagunya Samson. Ah.. Abil… Abil… sudah lama aku tidak mengikuti perkembangan trend ABG jaman sekarang. Gara-gara kamu aku jadi seneng lagi mendengarkan lagu-lagu baru.

Abil adalah satu-satunya keponakanku yang kuperkenankan bermain-main di kamarku. Dia senang sekali ikut aku ‘dandan’ sebelum aku berangkat ke kantor. Biasanya ia akan menghabiskan lotionku. Tapi ia juga gampang dikasih tahu, jika ada kosmetikku yang aku tidak setuju ia pakai. “Itu untuk orang gede ya… nggak boleh” begitu katanya.

Abil bisa jadi sangat jutek sama orang lain. Kalau tampang juteknya sudah keluar, tampang tantenya yang kata orang jutek banget kalah deh. Di rumah, dia paling sering jutek sama puangnya. Nggak tau kenapa. Tapi coba menjelang waktu belanja bulanan, dia akan bermanis-manis sama puangnya yang satu itu.

“kumaha atuuuhh?...” Karena keluarga ayahnya adalah orang Sunda tulen, sedikit banyak Abil terpengaruh dalam penggunaan bahasa Sunda sehari-harinya. Lucu sekali kalau mendengarkan ia menggunakan ungkapan bahasa Sunda lengkap dengan aksen yang sangat ‘nyunda’ itu. “Nini.. nu hejo nya?” atau “kaditu we..”. Yang lucu adalah bagaimana ia menginterpretasikan makna ‘hese’. Abil seneng sekali ngatain orang lain dengan ungkapan “meni hese”. Tapi begitu ungkapan itu dibalik ke dia, “Abil meni hese ih”. Dia akan menjawabnya dengan, “Abil nggak hese, Abil cantik”.

…”Nini… nini…” Tiba-tiba pintu kamarku terbuka, dan seraut wajah kecil muncul di pintu. ..ah… lamunanku terganggu… “Nini lagi apa nini?”… tapi gangguan yang menyenangkan..

Akhirnya...

Akhirnya aku memutuskan untuk menulis di blog-ku sendiri! Setelah sekian lama bergelut dengan perasaan antara ingin menulis, bingung dengan apa yang akan ditulis, dan kesulitan menyisihkan waktu untuk menulis. Mungkin ini juga didorong oleh keakrabanku kembali dengan internet akhir-akhir ini. Tapi mungkin juga ini didorong oleh kebutuhanku untuk mencurahkan pikiranku ke dalam tulisan, dan waktu luang di malam hari, saat dunia sudah terlelap dan acara TV serta alunan lembut musik jazz tidak mampu mengusir insomniaku.

Mengenai tema, aku sudah berketetapan untuk tidak pusing mengenai hal ini. Biarlah pikiranku yang memang suka meloncat-loncat ini tercurah begitu saja tanpa dibatasi ini dan itu.